Menurut penelitian, emosi dapat mempengaruhi perasaan, pikiran, dan perilaku seseorang.

Seorang yang sedang marah, akan dihantui oleh perasaan yang tidak nyaman, berpikir negatif terhadap orang membuatnya marah, serta cenderung mudah menyakiti fisik dan perasaan orang lain dengan perkataan maupun perilakunya.

Bila seseorang mudah terbawa emosi (baper) maka ini dapat membuat ia menjadi tidak nyaman dengan dirinya sendiri serta sulit untuk menjalin hubungan sosial yang baik dengan orang lain.

Emosi mempengaruhi pikiran. Bila lebih sering memelihara emosi negatif maka ia mudah menilai orang lain dengan pikiran yang negatif pula sehingga kecenderungannya ia lebih memilih menghindar atau mengurangi interaksi sosial dengan orang lain.

Tentu saja memelihara emosi negatif membuat diri kita menjadi tidak produktif dan terkesan anti sosial. Orang bisa mengira diri kita sombong. Padahal sebenarnya kita "sedang bermasalah" dengan emosi diri kita sendiri.

Untuk itu, ada langkah yang bisa dilakukan untuk memelihara emosi kita agar tetap positif, yakni dengan MEMODIFIKASI EMOSI itu sendiri.

Modifikasi emosi bisa dilakukan dengan MENGUBAH TUBUH KITA.

Jadi posisinya dibalik. Bila di awal emosi mempengaruhi perasaan, pikiran, dan perilaku sehingga dapat mewujud dalam verbal dan nonverbal kita.

Maka dengan modofikasi, kondisinya kita balik.
Saat emosi kita sedang tidak baik, kita posisikan tubuh kita melakukan yang sebaliknya.

Saat kita sedang marah atau dimarahi, biasanya ekspresi wajah dan tubuh kita akan TEGANG. Siap-siap untuk posisi menyerang.

Lakukan SEBALIKNYA.
Longgarkan syaraf marah itu dengan membentuk SENYUMAN di wajah. Tujuannya, agar otot-otot kemarahan yang menegang bisa segera mengendur. Jadi lebih rileks.

Jadi dengan memodifikasi tubuh kita, kita bisa memodifikasi emosi kita. Untuk kebaikan dan tujuan yang positif.

Hasilnya, emosi itu menular. Maka saat ada anak, pasangan atau orang yang sedang marah, sekarang sudah tau ya cara menyikapinya? DISENYUMIN AJA 😊

Syaraf kita yang dimarahi menjadi rileks dan mengendur dan yang marah pun bisa ikut menjadi rileks karena melihat ekspresi wajah kita yang senyum.

Itu akan mempercepat situasi tegang berubah menjadi lebih nyaman.

Dalam lingkup PENDIDIKAN, hal ini pun dapat dipraktekkan. Anak yang belajar dalam.kondisi hati yang bahagai, akan lebih mudah menyerap informasi dan pengetahuan yang disampaikannoleh pendidiknya.

Maka, kita sebagai pendidik dapat memodifikasi proses pembelajaran di sekolah, dengan menciptakan terlebih dulu suasana yang menyenangkan sebelum proses pembelajaran di mulai.

Misal dengan olahraga atau gerakan ringan agar otot dan syaraf anak bersemangat dan ceria. Juga dengan membuat hal-hal positif seperti sentuhan nyaman bagi setiap anak bahwa mereka disambut bahagia oleh guru-gurunya. Sehingga kedekatan anak dan pendidik terbangun positif. Ini akan sangat membantu menyiapkan psikologis anak untuk menerima dan mengikuti proses pembelajaran di rumah atau pun sekolah.

Tokoh psikologi positif, Martin Seligman mengungkapkan bahwa kebahagiaan adalah kunci kesuksesan. Setiap orang yang bahagia akan mampu menikmati dan menjalankan perannya dengan lebih baik dan totalitas.

Maka, saat ini dan seterusnya, kita harus memilih untuk selalu bahagia. Bila sedang tak bahagia, modifikasilah tubuh Anda agar segera kembali berbahagia.

SENYUM 😊😊😊

By: Sukmadiarti Perangin-angin,M.Psi.,Psikolog
#positiveconsulting #psikolog #semarang
View Post
AKU MEMILIHMU KARENA-NYA & AKU MENCINTAIMU KARENA-NYA

Alhamdulillah, 10th sudah perjalanan biduk rumah tangga ini kita lalui.  Ummi bahagia bersama Ayah.

Rasulullah SAW sangat tepat membimbing kita untuk memilih pasangan karena agamanya dan mencintai pasangan juga karena-Nya. Maka sepanjang perjalanan pernikahan ini,  Ummi terus belajar mencintai Ayah karena-Nya.

Akhirnya, kini Ummi paham mengapa Rasulullah berpesan demikian. Bahwa ternyata pada diri pasangan, pasti akan kita temui kelemahan, ada saja kekhilafan, juga ia tak luput dari kesalahan. Pasangan kita juga adalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan.

Bila kita mencintai pasangan karena Allah, maka mudah bagi kita untuk menerima kekurangannya dan memaafkan kesalahannya. Karena kita sadar, bahwa pasangan kita adalah juga makhluk Allah yang punya salah dan khilaf serta lemah, sama halnya seperti diri kita.

Maka, bukan tempatnya kita bergantung pada pasangan kita. Karena kita dan pasangan sama-sama lemah. Maka kita harus selalu bergantung pada Allah, yang Maha Kuat, dalam segala persoalan yang kita hadapi, khususnya di rumah tangga.

Bila kita menikah atau mencintai pasangan kita karena hartanya, maka kita akan mudah sekali mengeluh saat pasangan kita kekurangan harta.

Bila kita mencintainya karena agamanya, maka kita pun akan mudah mengeluh saat ia lalai dan khilaf berbuat dosa.

Bila kita mencintainya karena fisiknya, maka kita akan mudah sekali mengeluh saat pasangan kita sakit-sakitan.

Bila kita mencintainya karena keluarganya yang terpandang, maka kita akan mudah sekali mengeluh saat kita dapati sika dan perilaku dari keluarga pasangan yang kurang berkenan.

Maka benar kata Nabi SAW, *cintailah pasanganmu karena Allah saja.*

Dengan cinta itu, kita akan mudah menerima kekurangannya dengan ikhlas. Kita akan mudah memaafkannya karena Allah.

Mengapa? Karena cinta kita padanya karena Allah. Kita akan berusaha bersikap pada pasangan kita seperti apa yang Allah cintai.

Allah cinta pada istri yang taat pada suaminya.

Allah cinta pada istri yang menjaga kehormatan suaminya.

Allah cinta pada istri yang menjaga harta suaminya.

Allah cinta pada istri yang memaafkan suaminya, sebagaimana ia pun berharap Allah memaafkan kesalahan-kesalahannya.

Maka bila kita temui kekurangan dan kesalahan pada pasangan, kita akan kembalikan lagi cinta kita kepada Allah dengan memperkuat hubungan kita dengan-Nya.

Bersemilah selalu ikatan cinta yang dibina karena Allah.

Masya Allah
Alhamdulillahirabbilalamin

By: Bunda Sukma
#parentingschool
#sekolahpernikahan
#positiveconsulting
#Anniversary11th
View Post
KALAU ALLAH SUDAH RIDHA, APA SIH YANG NGGAK DIKASIH?

Manusia hanya bisa berencana dan berusaha, adapun hasilnya adalah ketentuan Allah. Maka, beruntunglah kita bahwa dalam penilaian prestasi seorang hamba, Allah menilai prosesnya, bukan hasilnya.

Tugas kita adalah untuk terus menyempurnakan prosesnya (ikhtiar) dan ridha (ikhlas) akan hasilnya. Urusan hasil adalah wewenangnya Allah, sebagai pengatur alam semesta.

Perlu jadi motivasi bagi kita bahwa proses atau ikhtiar dan usaha yang kita berikan tidak akan mengkhianati hasil. Artinya, semakin sempurna usaha yang kita lakukan maka semakin baik pula hasil yang akan kita dapatkan.

Faktanya, namanya manusia, selalu merasa kurang. Adakalanya kita merasa kurang puas dengan hasil yang diperoleh. Ketidakpuasan ini menghasilkan kekecewaan, sehingga tidak lagi bersyukur atas ketetapan Allah.

Dalam riwayat kitab Musnad yang disarikan di buku Thibul Qulub, Klinik Penyakit Hati, karangan Ibnu Qayyim Al- Jauziyyah, Nabi SAW bersabda

"Diantara sebab kebahagiaan manusia adalah istikharah kepada Allah dan ridha terhadap apa yang Allah tetapkan kepadanya. Dan diantara sebab kesengsaraan manusia adalah meninggalkan istikharah kepada Allah dan murka terhadap apa yang telah Allah tetapkan padanya."

Maka Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengatakan bahwa ridha yang bermanfaat adalah ridha setelah ketetapan Allah diturunkan, bukan sebelumnya. Karena menginginkan sesuatu namun belum terlaksana dinamakan al-azm (rencana/keinginan) dan tatkala ketetapan Allah sudah berjalan maka rusaklah keinginan tersebut.

Untuk itulah, Nabi SAW pun berdoa pada Allah agar diberi ridha setelah turunnya ketetapan Allah.

Nabi saja berdoa agar bisa diberi keikhlasan hati. Apalagi kita, manusia biasa ini. Tentu kita lebih butuh, Allah hadirkan keridhaan pada hati kita dalam menerima segala ketetapannya.

Penelitian terbaru saat ini membuktikan bahwa dengan menghadirkan hati dan ikhlas menerima setiap ketetapan yang Allah berikan dalam hidup kita akan melahirkan kebahagiaan di hati.

Beberapa klien yang telah mengikuti terapi emosi dengan metode ikhlas ini, memberikan testomoni bahwa mereka merasakan banyak perubahan dalam dirinya, emosinya semakin stabil, dan kehidupannya jauh lebih tentram.  Pada akhirnya, mereka semakin merasakan kebahagiaan dalam hidupnya. Masya Allah.

Semoga dengan semakin ridhanya kita ada ketetapan Allah, maka Allah pun semakin ridha pada kita. Tau kan, bila Allah sudah ridha, apa sih yang nggak Allah kasih? Jadi tugas kita adalah berusaha untuk selalu membuat Allah ridha pada diri kita.

Alhamdulillah 😍

By: Sukmadiarti Perangin-angin,M.Psi.,Psikolog
Wa 081362359651

#positiveconsulting
#konseling
#terapiemosi
View Post