Sudah Benarkah Gaya Pengasuhan Orangtua Selama Ini?




Setiap orangtua pastinya punya style (gaya) pengasuhan yang berbeda-beda. Pada umumnya, orangtua banyak mengadopsi gaya pengasuhan dari orangtuanya terdahulu. Sebagian lagi mengkombinasikan gaya pengasuhan orangtua dulu dengan gaya coba-coba (otodidak). Tentu hal ini rawan dengan kesalahan ya.

Bila berpedoman pada teori psikologi perkembangan, kita akan mengetahui ada ada gaya pengasuhan otoriter, permisif, dan juga demokratis. Masing-masing gaya tersebut memiliki keunikannya tersendiri dan tak lepas dari kekurangan.

Gaya pengasuhan otoriter cenderung keras dan bersifat sepihak. Anak harus patuh pada semua ketentuan orangtua tapi kurang mendengar keinginan dan pendapat dari anak. Contoh : Orangtua memaksa anak mengambil jurusan tertentu walau anak tidak menyukainya.

Gaya Permisif cenderung santai dan bebas. Orangtua memberikan kebebasan pada anak tapi kurang melakukan kontrol dan batasan. Contoh : Anak bebas mau memilih jurusan apa saja atau skul dimana aja. Orangtua kurang terlibat dalam mengarahkan dan memberi alternatif pilihan ke anak.

Gaya Demokratis cenderung lebih seimbang. Orangtua memberi ruang bagi anak untuk berpendapat tapi juga anak tetap mendapat kontrol dan batasan dari orangtua sesuai dengan yang disepakati bersama. Contoh: saat pemilihan jurusan atau sekolah (pondok atau umum). Orangtua berdiskusi dengan anak secara dua arah. Mendengar inginnya anak dan menyampaikan inginnya orangtua, lalu memutuskan bersama.

Diantara ketiga gaya pengasuhan di atas, gaya demokratis menjadi pilihan yang terbaik untuk diterapkan dalam pengasuhan anak. Karena bisa menjembatani antara harapan orangtua dan anak dalam sebuah kesepakatan.

Bila berpedoman pada teori psikologi perkembangan di atas, kira-kira selama ini Ayah Bunda menerapkan gaya pengasuhan yang mana ya?

Ayah Bunda, tidak mengapa bila selama ini kita sebagai orangtua masih banyak salah dalam pengasuhan anak. Terus belajar dan memperbaiki kesalahan adalah langkah yang harus segera dilakukan untuk bisa menjadi orangtua yang lebih baik.

"Di mana ada kemauan, di situ ada jalan."

"Allah tidak akan mengubah suatu kaum, sebelum kaum itu mengubah dirinya sendiri." (Q.s Ar-rad: 11)

Rasulullah bersabda: "Pada dasarnya setiap anak terlahir fitrah, orangtuanyalah yang mengubahnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi."


Bila selama ini, orangtua mendapati banyak hal yang negatif pada sikap dan perilaku anaknya, maka sebelum mengubah anak, maka orangtua harus mengubah dirinya terlebih dulu.

Mengubah mindset pengasuhan, memperbaiki ibadah kepada Allah, dan memperbaiki hubungan dengan anak-anak.


Ayah Bunda, agar sebagai orangtua, kita tidak salah dalam mengasuh anak, maka kita harus punya pedoman yang baku.

Pedoman yang bisa memandu dan menjadi acuan kita dalam bersikap dan berperilaku kepada anak-anak.

Pedoman yang akan kita cari mana kala, kita sebagai orangtua bingung, lemah, dan tak berdaya dalam menghadapi problematika anak.

Tahukah Bunda dimanakah letak pedoman itu?

Ya, pedoman hidup kita, dan termasuk pedoman bagi orangtua dalam pengasuhan anak adalah ada pada *Al-quran dan Hadist.*

Cukuplah dengan berpedoman pada dua hal itu maka kita sebagai orangtua akan selamat dan insya Allah tidak akan lagi salah asuh.

Untuk itu, sebagai orangtua hendaknya interaksi kita dalam membaca dan mempelajari Al-quran dan Hadist haruslah semakin tinggi. Sehingga dengan itu semakin banyak pula bekal yang orangtua ilmu dan pemahaman yang dimiliki.

Ayah Bunda, dalam Al-quran dan hadist, kita berpedoman pada dua hal utama dari Allah.

Pertama, perintah.
Kedua, larangan.

Jadi, Allah memberikan perintah dan larangan sekaligus bagi kita. Perintah untuk menaati dan menjalankan hal-hal yang Allah ridhoi. Serta larangan untuk menjauhi hal-hal yang Allah murkai.

Diantara perintah dan larangan itu, Allah tetapkan pula balasan yang mengiringinya. Bila mengerjakan perintah Allah akan mendapat balasan kebaikan, pahala, rezeki, dan surga. Sebaliknya, bila mengerjalan larangan Allah akan mendapat balasan keburukan, ancaman, adzab, siksa, dan neraka.

Allah pun tetap memberi ruang bagi yang melanggar larangannya untuk bertobat. Allah Maha Pengampun dan Maha Penerima Taubat. Allah selalu memberi kesempatan bagi setiap hamba untuk memperbaiki dirinya dan berubah menjadi lebih baik (hijrah).

Ayah Bunda, prinsip yang ada dalam Alquran dan Hadist itulah yang bisa menjadi pedoman kita dalam mendidik anak-anak.

Bila ada perilaku anak yang masih sejalan dengan Alquran dan hadist atau masih berada dalam kebaikan, hendaknya kita sebagai orangtua memberikan dukungan didalamnya. Tapi bila perilaku anak sudah menyimpang dari ketentuan Allah, maka haruslah tegas menyikapinya.

Contoh kasus terkait dengan perilaku *Memukul atau hukuman Fisik.*

Diberikan perintah untuk memukul anak bila pada usia 10 tahun anak belum mengerjakan sholat.

Adalagi perintah merajam bahkan sampai mati bagi pelaku zina.

Mari kita renungkan bersama, bahwa hukuman sejatinya boleh saja diberikan pada anak *apabila anak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syariat.*

Dan sebelum point hukuman itu jatuh, Allah sudah beri peringatan dan tahapan pendidikannya pula.

Ajarkan anak sholat sejak ia berusia 7tahun. Jadi ada masa 3 tahun untuk membimbing, menuntun dan membiasakan anak mengerjakan sholat. Nah, bila di usia 10th ia belum juga tertib mengerjakannya, maka barulah orangtua diberi ruang untuk menghukum.  Jadi aturan yang Allah tetapkan tidak bersifat tergesa-gesa. Ada tahapannya.

Begitu pula dengan aturan rajam bagi pezina.  Allah pun sudah memberi petunjuk dan tahapannya agar sebagai orangtua, kita mendidik anak-anak agar menutup aurat, jangan mendekati zina (tidak pacaran), tidak berdua-duaan dengan lawan jenis. Nah, bila tahapan ini telah orangtua ajarkan dan kontrol maka tentu akan selamat, insya Allah. Tapi ketika dilanggar maka hukuman rajam dapat dilakukan sebagai EFEK JERA tidak hanya bagi pelaku tapi juga masyarakat umum.

Tentunya hukuman itu akan bisa memberi efek jera bila memang hukuman diberikan tepat sasaran.

Bayangkan bila orangtua terbiasa memukul, mencubit, dan menyakiti fisik anaknya hanya karena persoalan sepele, atau pelampiasan emosi orangtua semata, maka ketika anak hendak diberi suatu hukuman karena kesalahan fatal yang bersifat syariat ia lakukan, tentu tidak akan memberi efek jera. Anak jadi bias dan bingung tidak tahu membedakan mana hal dari perilakunya yang memang salah dan patut dihukum dan mana yang bukan.

Ayah Bunda, dari Al-quran dan hadist kita belajar bahwa dalam mendidik dan mengasuh anak ada tahapannya.

Bila ingin menanamkan sebuah nilai pada anak maka hendaknya secara bertahap. Untuk itu, maka pendidikan sejak usia dini, sejak anak masih kecil haruslah dilakukan. Nilai-nilai kebaikan dan syariat islam harus sudah dikenalkan dan ditanamkan sedini mungkin.

Ajarkan anak tentang baik dan buruk, salah dan benar, halal dan haram, perintah dan larangan.

Sehingga doa anak pada orangtua menjadi penuh makna.

"Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua ibu bapakku, sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil."

Ya di waktu kecil. Karena di waktu kecil itulah kunci   peletakan pondasi kebaikan /keburukan pada anak. Di masa kecil pula pondasi keimanan anak sudah mulai ditanamkan. Di masa kecil pula pembentukan karakter dan kepribadian anak.

Bila di masa kecil orangtua bisa mengukir banyak cinta dan kebaikan bagi anak, tentunya di masa dewasa, insya Allah orangtua akan menuai banyak kebaikan.

Ya Allah, berikanlah kami petunjuk dan kemudahan untuk menjadi orangtua  yang taat kepada Mu, hingga Engkau ridhoi dan bimbing kami dalam mengasuh anak-anak titipan dan anugerah dari Mu ini dengan sebaik-baiknya.

Bila selama ini, orangtua belum memahami dan terlanjur salah, maka Allah sangat luas ampunannya. Dengan beristighfar, menyadari kesalahan, bertaubat dan memohon ampunan Allah, insya Allah kita sebagai orangtua akan dibimbing untuk berubah dan menjadi lebih baik.

Mulai memperbanyak cinta di dalam keluarga. Sebagaimana yang Rasulullah ajarkan.

"Buatkah anak-anak kalian menjadi senang, kelak kalian di akhirat, akan dibuat benar-benar senang karenanya."

Memberi kebahagiaan dan rasa senang adalah hal yang penting untuk orangtua lakukan pada anak.

Caranya, seperti yang Rasulullah ajarkan, bermain bersama anak, menggendong, memeluk, mencium, berkisah, memberi hadiah, dan lainnya.

Anak yang hatinya dipenuhi dengan cinta, maka ia pun akan mudah untuk memberi cinta bagi sekelilingnya.

Mendidik Dengan Cintai itulahcara yang dapat orangtua terapkan dalam pengasuhan anak. Cinta seperti yang Allah dan Rasulnya ajarkan. Cinta yang penuh kasih sayang karena Allah.

Semoga bermanfaat 🤗😇

0 komentar:

Posting Komentar